Senin, 27 Juli 2020

INDONESIA GEMAH RIPAH






Negeri kita sejatinya adalah negeri sorgawi, yang dianugerahi alam nan indah permai dan kekayaan alam yang berlimpah. Di dalam DNA kita, sesungguhnya juga terekam memori akan keagungan dan kejayaan di masa silam. Saat negeri ini berhasil merealisasikan rancangan sorgawinya: berpadu selaras kesadaran spiritual, keluhuran seni budaya, kemajuan teknologi, kemapanan politik dan keberlimpahan ekonomi. Lihatlah jejak kesemua kualitas itu pada candi-candi yang bertebaran di banyak tempat. Candi-candi itu bercerita tentang satu masa dimana bangsa kita menjadi bangsa yang agung dan jaya.
Ada kesenjangan yang lebar antara keadaan kita saat ini, sebagai sebuah negara bangsa yang dinamakan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan keadaan di masa Majapahit, Sriwijaya, Kahuripan, Singasari, Matswapati. Kita memang sedang mengalami degradasi, dan itu adalah siklus peradaban yang wajar. Menjadi tanggung jawab kita untuk menata kembali negeri, memulihkannya menjadi negeri surgawi: Indonesia Gemah Ripah.
Satu langkah perdana yang perlu kita lakukan menyegarkan pengertian kita terhadap sejarah bangsa, memperbaharui persepsi kita terhadap para tokoh kuna. Saya melihat ada upaya pembelokan untuk membuat kita terputus dengan akar spiritual kita, sekaligus kehilangan rasa hormat pada jiwa-jiwa agung di lalu.

Ken Arok yang dikenal juga dengan gelar Sri Rajasa Bathara Sang Amurwabhumi , hadir dalam benak kita sekarang sebagai pembunuh Tungggul Ametung menggunakan Keris Empu Gandring, dengan memanipulasi Kebo Ijo, gara-gara kesengsem Ken Dedes. Padahal ini adalah cerita dusta mesti dikatakan bersumber pada literatur kuna. Dalam keheningan saya mencoba terhubung dengan jiwa Ken Arok dan membaca catatan akasha yang merekam segala peristiwa. Dari situ saya tahu bahwa Ken Arok sesungguhnya adalah sosok yang tercerahkan. Saat mangkat, jiwamya memasuki dimensi 25 dalam struktur 31 dimensi. Itu adalah dimensi cahaya yang hanya bisa dijangkau oleh pribadi yang telah terhubung selaras pada Diri Sejati dan menjadi murni.
Selanjutnya, kita mendapat cerita bagaimana Prabu Sri Jayakatwang memberontak dan membunuh Prabu Sri Kertanegara yang membuat Singasari runtuh. Ini juga cerita dusta karena sesungguhnya mereka berdua juga merupakan pribadi luhur yang tak pernah berperang untuk memperebutkan tahta. Sri Jayakatwang saat mangkat menjangkau dimensi 21, sementara Sri Kertanegara menjangkau dimensi 25.

Banyak cerita lain yang sesungguhnya penuh dusta dan harus dibongkar. Itu perlu untuk melebur mindset yang mengkerdilkan bangsa ini, sekaligus menumbuhkan kembali cinta kepada tanah air, serta keluhuran kebudayaan dan sejarahnya.
Lebih jauh, dalam rangka merealisasikan cita-cita Indonesia Gemah Ripah, kita perlu memulainya dengan menumbuhkan kembali akar spiritualitas bangsa kita. Ini adalah fondasi yang harus dibangun dengan tuntas: bangsa kita kembali hidup dalam kesadaran spiritual yang sejati, sebagaimana para leluhur agung bangsa ini.

Negara kita yang berdasar Pancasila sesungguhnya dirancang untuk menjadi bangsa spiritual yang bisa menerapkan prinsip spiritual termasuk dalam kehidupan politik. Ini yang menjadi latar gagasan pendirian Partai Gemah Ripah.

Anda yang tergerak untuk bergabung, silakan hubungi kami:

KOMITE PENDIRIAN PARTAI GEMAH RIPAH

WA +62 878-8740-9090

Form untuk bergabung dengan gerakan pendirian Partai Gemah Ripah:

https://bit.ly/CalonKaderGemahRipah

Foto: Suko Winadi Ibrahim




Label :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Comments

Diberdayakan oleh Blogger.